Selasa, 09 Juni 2015

Mengulik Fenomena Nikah Siri Online

oleh Sefi Indra



Berbagai macam cara di tempuh seseorang demi melampiaskan hasrat seksualnya. Dalih dan alasan pun dikarang untuk meluluskan keinginan. Semakin modern zaman, makin canggih pula cara dan tekniknya. Awalnya adalah Pak Cahyo, teman di kantor, yang menggerutu.
“Jaman sudah makin gendeng. Masa nikah kok bisa online?”  ujarnya kesal.
Di kantor, Pak Cahyo ini dikenal sangat religus, banyak ngaji, banyak khotbah, dan ahli hukum agama. Kalau ada perkara agama yang tidak kami mengerti, tentu ramai-ramai mengadu padanya. Kali ini Bu Tuti yang bertanya perihal nikah siri online. Pasalnya, salah satu temannya yang entah dimana mengaku telah menikah siri secara online. Kini, teman Bu tuti, yang pasangan hasil nikah siri online itu, telah hidup berdua layaknya suami istri yang sah. Mendengar hal itu, raut wajah Pak Cahyo tampak berang.
“Sah karep gundulmu dewek,” umpatnya.
Cerita Bu Tuti memang bukan isapan jempol belaka. Soal ini muncul karena fenomena situs nikah siri online yang menjadi perbincangan publik belakangan ini kian marak beredar di Indonesia. Terhitung ada belasan situs yang aktif dan bisa diakses. Isinya bujuk rayu dengan  tampang bagai tokoh agama terkemuka, menjajakan jasa nikah siri dengan kemudahan. Melalui situsnya pula, para penjaja jasa nikah siri online menganggap bahwa pernikahan via dunia maya adalah sah. Hal yang terpenting adalah syarat mahar disediakan mempelai. Bila mempelai perempuan tidak disertai wali maka penyedia layanan itu menyiapkan wali hakim. Melalui jasa ini pelaku nikah siri online ini tak perlu bertemu langsung, cukup melalui telepon atau skype.
“Lho, bukankah nikah siri itu memang sah, Pak Cahyo?”
Beberapa teman jadi ikut bertanya-tanya. Pak Cahyo pun menggela nafas, menyadari bahwa perlu lebih sekadar sepatah kata untuk membuat masalah ini terang benderang.
“Secara Islam, nikah siri memang halal, selama seluruh syarat sah nikah telah terpenuhi seperti adanya penghulu, kedua pihak pengantin, ijab kabul, wali, dan minimal dua orang saksi. Akan tetapi, pelaksanaanya dilakukan tanpa catatan dan laporan resmi di Kantor Urusan Agama (KUA). Oleh karena itu, secara administratif, nikah siri tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak dicatat negara. Akibatnya, ketika akan mengurus surat administrasi seperti kartu keluarga (KK), KTP, dan akte kelahiran akan dipersulit. Oleh sebab itu, sebagai warga negara yang baik sebaiknya kita melakukan penikahan secara sah menurut negara agar tidak ada salah satu pihak yang dirugikan,”  papar Pak Cahyo panjang lebar.
“Lha, bagaimana kalau nikah sirinya secara online, Pak Cahyo?”
Raut muka Pak Cahyo makin keruh. Ia malah balik bertanya.
“Kalau nikahnya online, maka hubungan suami istrinya juga tidak di ranjang, tapi online! Mau koe?” ujarnya ketus.
Emooh,” ucap kami serempak.
“Makanya, secara agama dan juga pendapat para ulama kehadiran calon mempelai, wali, dan saksi yang menjadi wajib hukumnya. Jadi, nikah siri yang dilakukan dan menjadi perbincangan baru-baru ini tidak sah hukumnya. Otomatis, pasangan yang menikah dengan cara tersebut dapat disebut berzina secara hukum agama. Titik!”
Pak Cahyo ini agak keras juga dengan hal-hal menurutnya yang menyimpang dari hukum agama. Selama ia memiliki dasar Al Quran dan Hadist juga pendapat Ulama, ia akan terang-terangan menentang. Termasuk fenomena nikah siri online ini. Terlebih, menurutnya pernikahan ialah suatu hal yang sakral, yaitu untuk membangun keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah. Tidak hanya menyangkut hubungan antara dua individu, tapi juga dua keluarga, dan terpenting merupakan perwujudan ibadah pada Sang Khalik. Oleh karenanya tidak bisa dipermainkan seperti itu.
Apalagi dari berbagai sumber diketahui bahwa para pelaku nikah siri online ini sebagian besar adalah para pria hidung belang yang memanfaatkan fenomena ini untuk keperluan penyaluran nafsu syahwatnya. Dengan menikah siri online, para pria hidung belang ini seakan berupaya melegalisasi praktik prostitusinya. Mencari pembenaran dengan alasan agar tidak terjerumus zina. Padahal, secara hukum agama, nikah online tidak sah dan sama dengan perzinahan.
Anehnya, banyak juga para pelaku nikah siri online ini adalah perempuan baik-baik. Mereka terbujuk rayu sesaat. Mungkin juga karena ketidakpahaman terhadap hukum agama, juga karena terdorong kebutuhan materi yang mendesak. Padahal, dalam praktik ini justru kaum perempuan yang banyak dirugikan. Mereka tidak memiliki bukti sah secara hukum sebagai istri, termasuk nanti keturunannya. Para pria hidung belang yang menjadi pelaku nikah online ini tidak akan bertanggung jawab secara penuh selamanya. Mereka akan mudah mengelak dan menghindar dari tanggung jawab. Setidaknya inilah umumnya risiko melakukan nikah siri. Mirip dengan prilaku nikah kontrak yang juga masih marak hingga kini.
Untungnya pihak pemerintah telah cukup bertindak. Terkait situs nikah siri online ini, Menkomifo telah berupaya mulai menutup situs yang beredar agar tak banyak menjerumuskan masyarakat. Para ulama melalui MUI pun telah memberikan banyak penjelasan perihal terlarangnya praktik nikah siri online ini. Kini persoalannya kembali pada kesadaran dan hati nurani masyarakat dalam menyikapi fenomena seperti ini. Apabila memang memiliki pemahaman dasar agama yang baik, akhlak, dan itikad baik, tentu tidak akan mudah terjerumus dengan bujuk rayu kesesatan.
Kewaspadaan kita kini perlu ditingkatkan, mengingat dengan semakin modern dan canggihnya zaman, maka bentuk-bentuk dosa kian mahir berkamuflase, menggoda, dan menyesatkan. Untunglah di sisi kami ada Pak Cahyo yang jadi tempat bernaung ketika kami membutuhkan sebuah jawaban yang menyangkut persoalan agama. Kalau tidak sudah tersesatlah kami ke dalam jurang dosa durjana. Pada akhirnya, kami hanya bisa menyesal dan beristigfar.    
“Terus bagaimana nasib teman Bu Tuti yang terlanjur nikah online?”
“Tobat! Kembali ke jalan yang benar, mohon ampunan Allah, dan jangan ulangi lagi!”
Tutupnya tegas sambil berlalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar