Berbagai
macam cara di tempuh seseorang demi melampiaskan hasrat seksualnya. Dalih dan
alasan pun dikarang untuk meluluskan keinginan. Semakin modern zaman, makin
canggih pula cara dan tekniknya. Awalnya adalah Pak Cahyo, teman di kantor,
yang menggerutu.
“Jaman
sudah makin gendeng. Masa nikah kok bisa online?” ujarnya kesal.

“Sah
karep gundulmu dewek,” umpatnya.
Cerita
Bu Tuti memang bukan isapan jempol belaka. Soal ini muncul karena fenomena
situs nikah siri online yang menjadi perbincangan publik belakangan ini kian
marak beredar di Indonesia. Terhitung ada belasan situs yang aktif dan bisa
diakses. Isinya bujuk rayu dengan tampang bagai tokoh agama terkemuka, menjajakan
jasa nikah siri dengan kemudahan. Melalui situsnya pula, para penjaja jasa nikah
siri online menganggap bahwa pernikahan via dunia maya adalah sah. Hal yang
terpenting adalah syarat mahar disediakan mempelai. Bila mempelai perempuan
tidak disertai wali maka penyedia layanan itu menyiapkan wali hakim. Melalui
jasa ini pelaku nikah siri online ini tak perlu bertemu langsung, cukup melalui
telepon atau skype.
“Lho,
bukankah nikah siri itu memang sah, Pak Cahyo?”
Beberapa
teman jadi ikut bertanya-tanya. Pak Cahyo pun menggela nafas, menyadari
bahwa perlu lebih sekadar sepatah kata untuk membuat masalah ini terang
benderang.
“Secara
Islam, nikah siri memang halal, selama seluruh syarat sah nikah telah
terpenuhi seperti adanya penghulu, kedua pihak pengantin, ijab kabul, wali, dan
minimal dua orang saksi. Akan tetapi, pelaksanaanya dilakukan tanpa catatan dan
laporan resmi di Kantor Urusan Agama (KUA). Oleh karena itu, secara
administratif, nikah siri tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak dicatat negara.
Akibatnya, ketika akan mengurus surat administrasi seperti kartu keluarga (KK),
KTP, dan akte kelahiran akan dipersulit. Oleh sebab itu, sebagai warga negara
yang baik sebaiknya kita melakukan penikahan secara sah menurut negara agar
tidak ada salah satu pihak yang dirugikan,”
papar Pak Cahyo panjang lebar.
“Lha,
bagaimana kalau nikah sirinya secara online, Pak Cahyo?”
Raut
muka Pak Cahyo makin keruh. Ia malah balik bertanya.
“Kalau
nikahnya online, maka hubungan suami istrinya juga tidak di ranjang, tapi online!
Mau koe?” ujarnya ketus.
“Emooh,” ucap kami serempak.
“Makanya,
secara agama dan juga pendapat para ulama kehadiran calon mempelai, wali, dan
saksi yang menjadi wajib hukumnya. Jadi, nikah siri yang dilakukan dan menjadi
perbincangan baru-baru ini tidak sah hukumnya. Otomatis, pasangan yang menikah
dengan cara tersebut dapat disebut berzina secara hukum agama. Titik!”
Pak
Cahyo ini agak keras juga dengan hal-hal menurutnya yang menyimpang dari hukum
agama. Selama ia memiliki dasar Al Quran dan Hadist juga pendapat Ulama, ia
akan terang-terangan menentang. Termasuk fenomena nikah siri online ini. Terlebih,
menurutnya pernikahan ialah suatu hal yang sakral, yaitu untuk membangun
keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah.
Tidak hanya menyangkut hubungan antara dua individu, tapi juga dua keluarga,
dan terpenting merupakan perwujudan ibadah pada Sang Khalik. Oleh karenanya
tidak bisa dipermainkan seperti itu.
Apalagi
dari berbagai sumber diketahui bahwa para pelaku nikah siri online ini sebagian
besar adalah para pria hidung belang yang memanfaatkan fenomena ini untuk
keperluan penyaluran nafsu syahwatnya. Dengan menikah siri online, para pria
hidung belang ini seakan berupaya melegalisasi praktik prostitusinya. Mencari
pembenaran dengan alasan agar tidak terjerumus zina. Padahal, secara hukum
agama, nikah online tidak sah dan sama dengan perzinahan.
Anehnya,
banyak juga para pelaku nikah siri online ini adalah perempuan baik-baik.
Mereka terbujuk rayu sesaat. Mungkin juga karena ketidakpahaman terhadap hukum
agama, juga karena terdorong kebutuhan materi yang mendesak. Padahal, dalam
praktik ini justru kaum perempuan yang banyak dirugikan. Mereka tidak memiliki
bukti sah secara hukum sebagai istri, termasuk nanti keturunannya. Para pria
hidung belang yang menjadi pelaku nikah online ini tidak akan bertanggung jawab
secara penuh selamanya. Mereka akan mudah mengelak dan menghindar dari tanggung
jawab. Setidaknya inilah umumnya risiko melakukan nikah siri. Mirip dengan
prilaku nikah kontrak yang juga masih marak hingga kini.
Untungnya
pihak pemerintah telah cukup bertindak. Terkait situs nikah siri online ini,
Menkomifo telah berupaya mulai menutup situs yang beredar agar tak banyak
menjerumuskan masyarakat. Para ulama melalui MUI pun telah memberikan banyak
penjelasan perihal terlarangnya praktik nikah siri online ini. Kini
persoalannya kembali pada kesadaran dan hati nurani masyarakat dalam menyikapi
fenomena seperti ini. Apabila memang memiliki pemahaman dasar agama yang baik,
akhlak, dan itikad baik, tentu tidak akan mudah terjerumus dengan bujuk rayu
kesesatan.

“Terus
bagaimana nasib teman Bu Tuti yang terlanjur nikah online?”
“Tobat!
Kembali ke jalan yang benar, mohon ampunan Allah, dan jangan ulangi lagi!”
Tutupnya tegas sambil berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar