
Oleh Sefi Indra
Beras adalah komoditi yang paling penting di Indonesia. Tentu saja, alasannya karena sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai bahan baku makanan pokoknya. Walaupun beberapa masyarakat wilayah tertentu mengkonsumsi sagu, jagung, dan ubi, namun sifatnya terbatas. Oleh karenanya, persoalan beras ini menjadi sangat sensitif. Ibarat perempuan jika sedang pramenstruasi (PMS), tersenggol sedikit saja langsung marah-marah. Demikian pula dengan beras, kalau suplai beras menghilang atau jika harganya meroket, maka menjeritlah semua orang. Kegaduhan pun dimana-mana. Apabila hal ini terjadi, maka turun tanganlah pemerintah. Para menteri dikerahkan, polisi turun tangan, badan pangan bergerak, dan para kepala daerah pun bertindak.
Lain halnya dengan plastik. Sekalipun keberadaannya yang cukup penting dalam kehidupan manusia, namun tak sedikit pun kita pernah meributkan masalah plastik. Apalagi sampai pemerintah turun tangan dengan blusukan di pasar-pasar. Padahal belum bisa dibayangkan seandainya produksi plastik berkurang atau harga plastik melambung tinggi. Kalau itu terjadi, tentunya kita akan repot juga, mengingat hampir semua barang-barang di rumah kita terbuat dari plastik. Pengeluaran kita akan barang-barang rumah tangga yang terbuat dari plastik pun akan semakin membengkak. Terlebih belum lama ini, kita telah cukup galau dengan kenaikan bbm, listrik, dan gas elpiji.
Sebenarnya beras dan plastik tidak memiliki hubungan apapun. Keduanya memiliki peruntukan yang berbeda. Beras berkaitan dengan kebutuhan perut, sementara plastik berhubugan dengan perkakas rumah. Lain hal bila keduanya dicampur, sebagaimana yang menjadi tren perbincangan saat ini. Istilah beras plastik pun bermunculan di mana-mana. Memang cukup mengkhawatirkan, mengingat sampai saat ini, kita belum pernah menemukan adanya manusia yang doyan memakan plastik. Seniman kuda lumping pun hanya pandai menelan rumput, tapi emoh mengkonsumsi plastik. Selain karena kandungannya berbahaya, tentu rasanya akan cukup liat sehingga sulit dicerna usus manusia.
Adalah salah seorang pedagang bubur yang pertama menemukan kejanggalannya. Ketika berasnya dimasak tampak agak lengket, menggumpal, dan aneh, maka cepat-cepatlah ia melaporkannya pada pihak berwenang. Setelah mendapat laporan dan hasil positif pengujian di laboratorium Sucofindo, pihak berwajib langsung memeriksa dan meminta keterangan berbagai pihak. Polisi pun mencoba mengembangkan dan menganalisa kasus ini agar bisa mengungkap akar masalahnya. Dengan itu, diharapkan peredaran beras yang terindikasi mengandung plastik terhenti. Jika sampai menyebar luas, tidak bisa dibayangkan berapa banyak orang yang menderita diracuni secara perlahan.
Beberapa waktu kemudian tampilah Presiden Jokowi bersuara, meminta masyarakat untuk tidak resah. Laboratorium Forensik Polri, Disperindag, dan Kementan telah ditunjuk melakukan uji sampel beras. Anehnya, hasil pengujian terkini menunjukan bahwa tidak ditemukan adanya kandungan plastik dalam sampel beras. Para pejabat terkait pun kini ramai-ramai meragukan keberadaan beras plastik dan meminta masyarakat untuk tidak gaduh. Bila demikian, lalu beras yang dilaporkan dan diuji di laboratorium Sucofindo itu beras yang mana dan jenis apa?
Bagaimana pun faktanya, ketika pertama mendengar adanya jenis beras plastik beredar, tentu membuat banyak pihak geleng-geleng kepala dan mengelus dada. Sekejam itu manusia demi meraih keuntungan hingga menghalalkan segala cara. Bukankah selama ini telah terlalu banyak kasus serupa di tanah air kita ini. Ada daging glonggong, ayam tiren, mie instan kadaluarsa, teh kemasan palsu, telur asin palsu, baso babi, sosis palsu, kerang berpewarna, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, hadirnya beras plastik bukanlah sesuatu yang mustahil. Ancaman ini membuat hidup kita semakin tidak nyaman. Setiap hal bisa mengancam kesehatan, membunuh secara perlahan dengan konsumsi makanan beracun.
Mengingat hal ini, kita sebagai masyarakat harus berpegang pada apa dan siapa? Pihak pemerintah pun seringkali kalang kabut dengan munculnya cara dan trik baru berbagai jenis makanan berbahaya di masyarakat. Kita selalu tak pernah bisa mencegah, hanya mampu bertindak setelah masalah meluap dan timbul korban yang dirugikan. Kreativitas dan inovasi produsen makanan berbahaya pun selalu bermunculan. Didorong kebutuhan yang semakin meningkat sementara penghasilan dari jalan halal yang semakin menyempit. Ditambah dengan bisikan dosa yang menggoda untuk meraih untung dengan cara cepat dan jalan yang sesat.
Kini, tinggalah kita sendiri yang perlu membentengi diri. Selalu bersikap waspada dengan segala bentuk makanan yang ada. Jangan mudah tergoda dengan rayuan dan kenikmatan tampilan semata. Cermat dan teliti dalam menentukan pilihan hidangan dan santapan. Hati-hati dan seksama memilih sajian. Sebarkan kesadaran ini pada orang-orang sekitar dan terdekat yang kita cintai. Laporkan apabila menemukan suatu kejanggalan atau hal-hal yang di luar kewajaran. Setidaknya, kita bisa berupaya menjelma badan pengawas makan untuk diri kita sendiri atau untuk orang-orang sekitar dan terdekat yang kita cintai.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar