Sabtu, 30 Mei 2015

Menyoal Buku Saatnya Aku Belajar Pacaran



Oleh Sefi Indra Gumilar

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2008 pernah merilis hasil survei yang menunjukan bahwa sebanyak 62,7 persen remaja usia sekolah di Indonesia pernah berhubungan seks pranikah. Hal ini tentu saja menjadi kekhawatiran berbagai pihak. Bukankah selama ini, masyarakat telah cukup miris dengan realita banyaknya rekaman video amatir seks remaja, meningkatnya angka aborsi, sampai pada bayi-bayi hasil hubungan pranikah yang ditemukan di selokan? Oleh sebab itu, terbitnya buku berjudul Saatnya Aku Belajar Pacaran yang isinya dianggap telah menyebarkan paham seks bebas untuk remaja langsung menuai kecaman di masyarakat.

Buku yang diterbitkan oleh Brilian dan ditulis Toge Aprilianto ini menyebut ajakan berhubungan seksual menjadi salah satu hal penting dalam berpacaran. Ia juga mengatakan bahwa hal yang wajar jika pacar mengajak untuk berhubungan seks. Lebih menyesatkan lagi, si penulis menggiring pembaca agar menuruti ajakan berhubungan seks tersebut, asalkan baik si pembaca dan pacarnya sama-sama siap untuk melakukannya, terlepas dari ada atau tidaknya ikatan pernikahan yang sah.

Hal ini menimbulkan banyak kecaman dari berbagai pihak. Beberapa tuntutan agar buku tersebut ditarik dari peredaran, pemusnahan, hingga tututan agar penulis dan penerbit bertanggung jawab pun digulirkan. Lebih lanjut, KPAI pun telah bertindak dengan melaporkan Toge Aprilianto pada pihak berwenang dengan tiga undang-undang sekaligus, yaitu pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penghasutan, pasal 27 juncto pasal 51 dan 52 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang Pornografi.

Uniknya, sekalipun buku ini sendiri telah terbit sejak Februari 2010, namun mengapa baru dipersoalkan sekarang setelah salah seorang mengutip sebagian isinya di media sosial. Bukankah telah sekitar empat tahun buku itu beredar dan dikonsumsi masyarakat? Melalui media sosial pula, pada Rabu (4/2/2015), Toge Aprilianto sendiri telah menyampaikan permintaan maafnya secara terbuka. Bahkan ia berjanji menghentikan distibusi buku tersebut dan bersedia mengembalikan uang pembelian bukunya jika diminta. Setidaknya Toge beritikad baik mengakui dan bertanggungjawab terhadap kelalaian yang telah dilakukannya.

Akan tetapi, tentu saja penyelesaiannya tidak sesederhana itu. Persoalan meminta maaf, penghentian distribusi buku, dan pengembalian uang memang relatif mudah dilakukan. Tentu saja masalah peliknya ialah bagaimana merehabilitasi rusaknya nilai dan moral remaja yang terlanjur membaca dan meyakini paham isi buku tersebut. Terlebih kabarnya buku karya Toge ini telah naik cetak ulang untuk yang kedua kalinya pada tahun 2014. Tidak dapat dibayangkan berapa banyak remaja yang telah teracuni dengan pernyataan-pernyataan yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh, seorang remaja setelah membaca buku ini lalu meyakini dan mempraktikannya. Belum lagi jika pemahaman yang keliru tersebut disebarluaskan pada rekan-rekan lainnya. Pantaslah jika hasil survey KPAI yang menyebut sebanyak 62,7 persen remaja usia sekolah pernah berhubungan seks pranikah bukan isapan jempol belaka. Hadirnya buku ini seakan menjadi pelengkap beberapa faktor meningkatnya degradasi moral remaja, selain maraknya pornografi.

Oleh sebab itu, masalah ini tentu layak menjadi perhatian seluruh masyarakat. Beberapa hal bisa kita upayakan dalam menyikapi persoalan ini. Pertama, kehati-hatian pembaca remaja. Sebagai pembaca, para remaja harus lebih selektif memilih bahan bacaan. Tidak semua buku yang beredar itu selalu baik dan mendidik untuk dibaca, sekalipun dinilai menarik dari segi judul atau covernya. Jangan mudah memercayai paham atau isi buku tertentu. Terlebih bila paham atau isi buku tersebut menyimpang dari nilai moral yang belaku di masyarakat.

Kedua, peran serta orangtua. Pihak orang tua perlu meningkatkan kepedulian dan kewaspadaan dalam bacaan yang dikonsumsi anak. Bila perlu, orang tua menjadi teman diskusi atau ikut dalam menentukan bahan bacaan atau buku yang dipilih anak. Orangtua bisa menyediakan buku-buku yang lebih mendidik dan bermanfaat bagi anak demi tumbuh kembang pribadi dan mental anak. Selain itu, orangtua pun dituntut perlu memberikan menjelasan, bimbingan, dan tuntunan pada anak dalam memahami setiap buku yang dibacanya.

Ketiga, penerbit lebih selektif. Dalam kasus ini, tentu saja banyak pihak yang menyesalkan mengapa pihak penerbit memutuskan tetap menerbitkan buku Toge sekalipun isinya menyimpang dari nilai dan norma di masyarakat. Artinya, sensitivitas dan itikad baik penerbit dalam menerbitkan buku yang mendidik masyarakat diragukan. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi penerbit lainnya di kemudian hari.

Keempat, mengupayakan adanya UU Sistem Perbukuan. Kemunculan buku semacam ini mungkin saja bukan yang pertama atau terakhir kalinya. Oleh karena itu, perlu adanya landasan hukum bagi pemerintah dalam mengantisipasi content buku yang dapat merusak moral dan nilai luhur bangsa. Upaya ini setidaknya menjadi bukti perhatian pemerintah terhadap kondisi perbukuan nasional.

Kelima, kepekaan penulis terhadap nilai dan norma masyarakat. Hal ini berkaitan dengan kode etik penulis dalam mengemukakan gagasan dan idenya. Di era kebebasan berekspresi ini, sekalipun seakan tidak ada lagi batasan dan kekangan dalam mengemukakan pendapat dan pemikiran, namun nilai-nilai luhur dan norma seyogyanya tetap menjadi landasan berpikir kita agar tetap jernih dan bersih.

Keenam, adanya gerakan anti seks pranikah yang masif. Seluruh pihak, baik pihak orang tua, ulama, guru, pemerintah, dan seluruh elemen masyarakat secara aktif kreatif dapat bersatu padu mengupayakan gerakan anti seks pranikah pada remaja. Persoalan seks pranikah telah cukup kompleks sehingga perlu upaya bersama dan terus menerus untuk mengatasinya. Pembinaan anti seks pranikah untuk remaja dalam konteks keluarga, pendidikan, agama, dan lingkungan menjadi aspek terpenting.
Dengan berbagai sikap tersebut, diharapkan persoalan meningkatnya aktivitas seks pranikah pada remaja dapat kita minimalisasi dan semoga dampak negatif buku Saatnya Aku Belajar Pacaran karya Toge Aprilianto pun tidak seburuk yang kita khawatirkan. Hal ini semata-mata demi nilai dan moral generasi penerus yang lebih baik. Tentu kita banyak berharap agar masa depan remaja kita bisa secerah langit biru. Tidak muram laksana awan mendung saat akan tiba hujan.

Kamis, 28 Mei 2015

Menyibak Tren Batu Akik

Oleh Sefi Indra


Bila dulu batu akik hanya identik dengan pelawak Tessy atau pelaku perdukunan, kini derajatnya naik pangkat. Tidak hanya pengusaha, pejabat, artis, bahkan presiden pun kini tergoda memakai batu akik. Konsumennya meluas dari mulai orang tua, dewasa, anak muda, hingga ibu-ibu di dapur. Akibatnya, batu akik kini telah menjadi tren yang mendera seluruh nusantara. Hampir setiap tempat di Indonesia dari kota hingga pelosok desa terjangkit demam batu akik. Dalihnya beragam, dari sekadar mengagumi keindahannya, untuk menambah percaya diri, memberikan khasiat tertentu, hingga alasan mistis yang irasional. Akibat tren batu akik ini, permintaan akan batu akik melonjak, harganya pun terdongkrak.

Harga batu akik yang melambung tinggi seakan menjadi berkah bagi sebagian orang. Banyak yang secara tiba-tiba beralih profesi, meninggalkan bisnis lama, mulai bermain di bisnis batu akik. Penambang bahan batu akik kini bermunculan, penggosok batu akik bertebaran, hingga penjaja batu akik pun berserakan di setiap penjuru. Berharap mendapat keuntungan berkali lipat dari tren yang sedang menanjak. Minat yang tinggi membuat perdagangan batu akik tak pernah sepi pembeli. Tak bisa dibantah, beberapa orang kini mulai terdongkrak ekonominya karena bisnis batu akik.
Akibat harganya yang tak murah lagi, pelaku kejahatan pun kini punya motif baru, menjadikan batu akik sebagai sasaran. Sebagai contoh, di Sukabumi, empat pemuda melakukan penodongan demi batu akik. Lain pula di Mojokerto, salah satu warga tertipu hingga puluhan juta rupiah karena batu akik palsu. Bahkan, Polres Bukittinggi setidaknya telah menangani tiga kasus terkait batu akik. Ada pula di Way Kanan Lampung, bongkahan batu akik mentah seberat 15 kilo digasak pencuri. Di Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, tiga anak masih SD tertangkap tangan mencuri batu akik di sebuah rumah warga. Belum lagi, maraknya kasus penjualan batu akik palsu secara online. Hal ini setidaknya cukup membuat pihak berwenang yakin bahwa pola kejahatan pun ternyata mengikuti prinsip tren aktual masyarakat.
Pihak pemerintahan ikut menyoal tren baru ini. Bahkan ada wacana menjadikan batu akik sebagai sumber pajak baru. Beberapa menteri bahkan terang-terangan memakai dan mendukung pasar potensial batu akik. Anggota DPR pun mulai banyak yang mengaku ikut memborong dan mengoleksi batu akik. Tidak ketinggalan, Pemda Wonogiri dan Purbalingga kini mengeluarkan aturan khusus tentang PNS yang wajib menggunakan batu akik khas daerahnya. Akibat tren batu akik pula, Pemda Rokan Hulu, Riau berencana menggagas Perda tentang batu akik. Ditambah lagi rusaknya lingkungan karena penambangan batu akik yang membuat beberapa Pemda berencana menyusun Perda khusus tentang batu akik. Demikianlah, batu akik kini berhasil mencuri perhatian banyak pihak, dari masyarakat kecil hingga pejabat tinggi, dari rumah tangga hingga perwakilan rakyat.
Memandang tren batu akik yang demikian masif ini, sebagai masyarakat yang bijak kita perlu bersikap arif. Ada beberapa hal yang bisa kita upayakan. Pertama, kita harus memandang tren batu akik hanya sebagai fenomena sesaat.  Ketertarikan masyarakat terhadap satu hal tertentu pada suatu waktu tertentu merupakan hal biasa. Hal semacam ini mengingatkan kita ketika masa-masa ikan Arwana, ikan Laohan, tanaman Aglonema, dan tanaman Anturium yang beberapa tahun lalu cukup populer. Akan tetapi, popularitas tak akan abadi, terlebih untuk hal semacam ini. Lambat laun, setelah mencapai puncaknya, tren semacam itu akan mengalami titik jenuh dan menjadi antiklimaks. Akhirnya, tren pun menghilang dan harganya menurun, membuat banyak pihak kecewa.
Kedua, sebagai masyarakat kita perlu memiliki paradigma berpikir yang sehat. Sehat dalam konteks kewajaran dalam berpikir, bertindak, berbuat. Dalam hal ini, kita perlu memandang nilai dan harga sebuah benda berdasar pada kegunaan dan kebermanfaatannya untuk kehidupan kita. Karena itu, membeli sebutir batu akik seharga ratusan juta tanpa jelas kegunaan dan manfaatnya sungguh menunjukan cara berpikir yang kurang sehat. Terlebih di tengah kondisi dan situasi mayoritas masyarakat yang tercekik akibat kenaikan harga bbm, listrik, dan elpiji. Tentu ada skala prioritas lain bagi kebutuhan hidup lain yang lebih bermakna atau lebih mulia berderma bagi sesama yang menderita.   
Ketiga, kita harus memiliki prinsip hidup yang jelas dan tidak mudah berprilaku latah. Latah dalam konteks prilaku tanpa sadar terjebak dalam tren dan popularitas, yaitu suka meniru dan mengikuti prilaku terkini yang dilakukan kumpulan banyak orang. Hal semacam ini dalam psikologi finansial seringkali disebut keriuhan irasional (irrational exuberance), yaitu banyaknya orang yang berduyun-duyun membeli sesuatu karena dorongan emosional yang alasannya bahkan terkadang tidak masuk akal. Karenanya, memburu atau mengoleksi batu akik semata-mata karena tren merupakan prilaku yang kurang bijak. Apalagi bersikap syirik dengan memercayai bahwa benda mati semacam batu akik memiliki khasiat atau daya magis yang luar biasa.
Keempat, jangan sampai kita terjebak prilaku konsumtif. Sesungguhnya bukan masalah bila kita sebagai masyarakat ikut dalam sebuah tren tertentu selama tahu batas diri dan kewajaran. Menyenangi suatu hal yang benilai estetis adalah sifat dasar manusia. Karenanya, memiliki atau memakai satu atau dua batu akik selama tidak berlebihan, tentu tidak menjadi masalah. Namun jangan sampai terjerat prilaku konsumtif yang mengoleksi batu akik sekian puluh butir dengan harga yang fantastis. Bila demikian tentu kita telah terjebak tren yang irasional. Bukanlah telah cukup banyak orang yang mengidap penyakit shopaholic. Karenanya, jangan sampai kita mengidap penyakit baru bernama akik holic. 
Demikianlah, sebagai masyarakat yang arif, penting kiranya kita memiliki prinsip dan sikap bijak dalam memandang tren batu akik yang tengah populer di masyarakat. Jangan sampai menjadi seperti kerbau yang dicocok hidung, dimana kita hanya menjadi pengikut dari sekumpulan orang tanpa tahu alasannya. Terlebih tren semacam ini hanya sesaat dan tidak bertahan lama. Akan lebih baik bila kita mengikuti tren yang baik-baik saja, misalnya tren ibadah atau tren donor darah. Toh, jauh lebih mulia, dapat pahala, dan lebih sehat, bukan?
Nah, mumpung trennya masih ada kapan Anda belanja batu akik lagi?

Rabu, 27 Mei 2015

Beasiswa Untuk Guru SMP Tahun 2015

Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran dan fungsi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK). PTK perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensinya.

Pada tahun 2015 ini, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan beasiswa pendidikan strata dua (S-2) bagi PTK Dikdas. Pedoman ini disusun sebagai bahan acuan bagi pihak yang berkepentingan agar pelaksanaan program pemberian beasiswa S2 guru SMP PTK Dikdas  berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Program studi yang dibuka
Adapun program studi S2 bagi guru SMP yang dibuka adalah sebagai berikut:
a. Program Studi Matematika,
b. Program Studi IPS,
c. Program Studi IPA,
d. Program Studi Bahasa Indonesia,
e. Program Studi Bahasa Inggris.

Program studi dimaksud, dibuka di 4 (empat) LPTK mitra Direktorat P2TK Dikdas - Ditjen Dikdas - Kemdikbud, dengan kuota dan prodi yang dibuka di masing-masing LPTK akan diatur lebih lanjut. Adapun 4 LPTK dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)- Bandung.
2. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) – D.I.Yogyakarta.
3. Universitas Negeri Malang (UM) – Malang.
4. Universitas Negeri Surabaya (Unesa) – Surabaya.

Adapun persyaratan pendaftaran untuk mengikuti seleksi adalah mengajukan surat permohonan mengikuti seleksi masuk program pemberian dana langsung peningkatan kualifikasi S-2 dengan melampirkan:
  1. Bagi Guru SMP berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS);
  2. Bagi guru swasta, berstatus sebagai guru tetap yayasan (GTY);
  3. Bagi Guru Honorer di SMP negeri harus memiliki SK Kepala Dinas Pendidikan sebagai guru honor.
  4. Berusia maksimum 37 tahun per 1 September 2015 yang dibuktikan dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang. Khusus untuk daerah terpencil, tertinggal, dan terluar berusia maksimum 42 tahun per 1 September 2015 yang dibuktikan dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang, serta SK pejabat berwenang tentang penetapan daerah terpencil, tertinggal, dan terluar.
  5. Lulusan jenjang sarjana (S-1) dari program studi yang sekarang terakreditasi oleh Badan
  6. Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN- PT) dengan IPK minimal 2,75 (dalam skala nilai 0-4) yang dibuktikan dengan fotokopi ijazah dan transkrip nilai yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang.
  7. Memiliki pengalaman mengajar minimal 2 (dua) tahun mengajar yang dibuktikan dengan fotokopi SK pengangkatan pertama (ditambah dengan SK Daerah khusus untuk Guru yang bertugas di daerah khusus) yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang.
  8. Memperoleh izin dari pejabat yang berwenang untuk mengikuti program peningkatan kualifikasi jenjang strata dua (S-2), dibuktikan dengan Surat Tugas Belajar dari pejabat berwenang.
  9. Memiliki prestasi akademik yang terkait dengan tugas keguruan/kependidikan (akan lebih diutamakan), dibuktikan dengan sertifikat atau surat keterangan yang relevan.
Pengiriman Berkas Pendaftaran
Berkas  pendaftaran dikirim  mulai  20 Mei  2015  sampai dengan terakhir diterima di Subdit PTK SMP, Dit. P2TK Dikdas tanggal  23 Juni  2015  ke alamat:
Subdit PTK SMP
Dit. P2TK Dikdas – Ditjen Dikdas – Kemdikbud
Gedung C Lantai 18
Jln. Jend. Sudirman Senayan Jakarta
Telp. 021 57851860
e-mail: subditptksmp@gmail.com

Untuk pedoman lengkap beasiswa guru SMP 2015 ini anda bisa download di Link ini.. Format pdf